Tuesday, 29 November 2011

Cara Meluruskan Qiblat

APAKAH arah kiblat masjid bisa berubah atau bergeser akibat gempa bumi maupun bergeraknya lempeng Bumi seperti isu yang tengah berkembang? Jawabannya tentu TIDAK! Artinya pengukuran sebelumnya memang yang membuat arah kiblat masjid tersebut tidak tepat. Dan para pakar geologi menegaskan bahwa kiblat tidak akan bergeser karena gempa maupun pergeseran lempeng Bumi.
Apakah arah kiblat cukup ke BARAT, sebagaimana yang difatwakan oleh MUI beberapa waktu yang lalu? Jawabannya tentu TIDAK! Sebab di zaman sekarang menentukan arah kiblat semudah membalik telapak tangan, karena saking mudahnya alias tidak sulit.
“Dan dari mana saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka’bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Baqarah : 149)
“Baitullah (Ka’bah) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi)
“Jika kamu mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap kiblat, lalu takbir, kemudian bacalah apa yang kamu hafal dari qur’an, lalu ruku’ sampai sempurna, kemudian i’tidal sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, kemudian duduk di antara dua sujud sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, lakukanlah yang demikian itu setiap rekaat.” (HR. Abu Hurairah)
…Sebab di zaman sekarang menentukan arah kiblat semudah membalik telapak tangan karena saking mudahnya. Alatnya hanya jam dan tongkat atau seutas benang…
Dalam ajaran Islam, menghadap ke arah kiblat atau bangunan Ka’bah yang berada di Masjidil Haram adalah merupakan tuntutan syariah dalam melaksanakan ibadah tertentu. Berkiblat wajib dilakukan ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah Muslim. Menghadap kiblat juga merupakan ibadah sunah ketika tengah azan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, menyembelih binatang dan sebagainya.
Mengukur Arah Qiblat yang Murah, Praktis, Akurat dan Ilmiah
Lantas apakah bisa mengukur arah kiblat secara presisi dengan biaya yang murah? Jawabannya adalah BISA! Yaitu dengan menggunakan fenomena astronomis yang terjadi pada hari yang disebut sebagai yaumul rashdil qiblat atau hari meluruskan arah kiblat karena saat itu Matahari tepat di atas Ka’bah. Fenomena yang terjadi 2 kali selama setahun ini dikenal juga dengan istilah “Transit Utama” atau “Istiwa A’dhom.” Pada tanggal 28 Mei dan 16 Juli 2010 Matahari tepat berada di atas Ka’bah.
Istiwa, dalam bahasa astronomi adalah transit yaitu fenomena saat posisi Matahari melintasi di meridian langit. Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda masuknya waktu shalat Zuhur. Setiap hari dalam wilayah Zona Tropis yaitu wilayah sekitar garis Khatulistiwa antara 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS posisi Matahari saat istiwa’ selalu berubah, terkadang di Utara dan disaat lain di Selatan sepanjang garis Meridian. Hingga pada saat tertentu sebuah tempat akan mengalami peristiwa yang disebut Istiwa A’dhom yaitu saat Matahari berada tepat di atas kepala pengamat di lokasi tersebut.
Hal ini bisa dipahami sebab akibat gerakan semu Matahari yang disebut sebagai gerak tahunan Matahari. Ini diakibatkan selama Bumi beredar mengelilingi Matahari sumbu Bumi miring 66,5˚ terhadap bidang edarnya sehingga selama setahun Matahari terlihat mengalami pergeseran antara 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Pada saat nilai azimuth Matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat tersebut terjadiIstiwa A’dhomyaitu melintasnya Matahari melewati zenit lokasi setempat.
Demikian halnya Ka’bah yang berada pada koordinat 21,4° LU dan 39,8° BT dalam setahun juga akan mengalami 2 kali peristiwa Istiwa A’dhom yaitu setiap tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18 waktu setempat dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 waktu setempat. Jika waktu tersebut dikonversi maka di Indonesia peristiwanya terjadi pada 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah tersebut maka umat Islam yang berada jauh dan berbeda waktu tidak lebih dari 5 atau 6 jam dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari.
…Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana. Pada tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, matahari tepat berada di atas Ka’bah. Maka Posisi Matahari adalah Arah Kiblat, dan Bayangan Matahari adalah Arah Kiblat…
Konsepnya sederhana!
Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana.
1. Saat Matahari di atas Ka’bah maka semua bayangan benda tegak akan mengarah ke Ka’bah.
2. Pada tanggal 28 Mei 2010 pukul 16:18 WIB dan 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, Matahari tepat berada di atas Ka’bah
3. Posisi Matahari = Arah Kiblat
4. Bayangan Matahari = Arah Kiblat
Inilah cara menera (mengukur) arah Qiblat dengan tepat:
1. Penentuan arah kiblat menggunakan fenomena Istiwa A’dhomhanya berlaku untuk tempat-tempat yang pada saat peristiwa itu terjadi (tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB), dapat melihat matahari secara langsung.
2. Siapkan jam atau arloji yang sudah dicocokkan (dikalibrasi) waktunya secara tepat sesuai dengan radio, televisi, internet atau telepon ke 103.
3. Tentukan lokasi masjid, musholla, surau atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.
4. Sediakan tongkat lurus panjang minimal 1 meter. Akan lebih bagus jika menggunakan benang besar yang diberi bandul sehingga tegak benar.
5. Tentukan lokasi pengukuran; di dalam masjid (diutamakan) atau di sisi Selatan Masjid atau di sisi Utara atau di halaman depan masjid. Yang penting tempat tersebut datar dan masih mendapatkan penyinaran Matahari saat peristiwa Istiwa A’dhom(matahari di atas Ka’bah) sedang berlangsung.
6. Pasang tongkat secara tegak dengan bantuan lot tukang (jika menggunakan tongkat) atau pasang benang lengkap dengan bandul serta penyangganya di tempat tersebut. (Persiapan jangan terlalu mendekati waktu terjadinya fenomena agar tidak terburu-buru)
7. Tunggu sampai saat Istiwa A’dhom terjadi dan amatilah bayangan Matahari yang terjadi. Berilah tanda menggunakan spidol, benang, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda lurus. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya
8. Gunakan benang, sambungan pada tegel lantai, atau teknik lain yang dapat meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid. Intinya yang hendak kita ukur sebenarnya adalah garis shaff yang posisinya tegak lurus (90°) terhadap arah kiblat. Maka setelah garis arah kiblat kita dapatkan untuk membuat garis shaff dapat dilakukan dengan mengukur arah sikunya dengan bantuan benda-benda yang memiliki sudut siku misalnya lembaran triplek atau kertas karton.
9. Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla atau surau saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing. Semoga cuaca cerah.
10. Jika anda khawatir gagal karena Matahari terhalang oleh mendung (atau kendala lainya), maka toleransi pengukuran dapat dilakukan pada H-2 hingga H+2 (tanggal 14 sd 18 Juli 2010), dengan cara menambah 3 menit perhari sesudahnya (tanggal 17-18 Juli), dan mengurangi 3 menit per hari sebelumnya (tanggal 14-15 Juli).
Semoga dengan lurusnya arah kiblat kita, ibadah shalat yang kita kerjakan menjadi lebih afdhal dan doanya lebih dikabulkan. Amin. [taz/voa-islam.com]
Dicuplik dari artikel “Rashdul Kiblat 2010” karya Mutoha Arkanuddin dalam rukyatulhilal.org.

Friday, 25 November 2011

ADMINISTRASI PENDIDIKAN



  1. Latar Belakang

Pada era desentralisasi, dirasa perlu merumuskan paradigma baru bahwa pelaksanaan supervisi merupakan suatu kebijakan kendali mutu penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan pembagian kewenangan berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999, khususnya pelaksanaan  otoda bidang pendidikan.
Secara umum, supervisi pendidikan diarahkan pada pembinaan guru dan staf sekolah. Kepala sekolah/pengawas berkewajiban untuk memberikan segala bantuan dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan terhadap berbagai aspek dalam KBM sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal. Lebih lanjut, M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan staf sekolah lainnya agar dapat melakukan pekerjaan secara efektif.
Mengacu pada pengertian tersebut jelas bahwa supervisi bukan merupakan suatu aktivitas yang bernuansa mencari kesalahan guru maupun staf administrasi sekolah lainnya, melainkan membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk teknis kepada guru dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan tugas utama guru. Oleh karena itu menurut Glickman bahwa  tugas-tugas supervisi meliputi :
    1. supervisi sebagai bantuan langsung kepada guru
    2. supervisi sebagai upaya pengembangan profesionalisme guru
    3. supervisi untuk pengembangan kurikulum
    4. supervisi untuk pengembangan kelompok
    5. penelitian tindakan kelas[1]

Tugas-tugas tersebut merupakan arah dari pelaksanaan supervisi yang harus dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun supervisor. Namun dalam realitasnya pelaksanaan dan pencapaian tugas supervisi yang ideal tersebut masih menghadapi beberapa kendala yang dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu kendala struktur dan kendala kultur. Pada aspek struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara lain sebagai berikut : Pertama, secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan era inspeksi. Kedua, lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrasti yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pengajaran di sekolah tersebut juga baik. Ketiga, rasio jumlah pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal.; dan Keempat, persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.
Pada aspek kultural dijumpai kendala antara lain : Pertama, para pengambil kebijakan tentang pendidikan dan para pelaksana di lapangan belum berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan. Apabila dicermati, mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Kedua, nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru sehingga menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada wilayah guru. Ketiga, budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan tidak membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala sekolah dan guru sebagai “bawahan”.
Hal-hal itulah yang menjadikan tugas-tugas supervisi yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan substansi dari tujuan pelaksanaan supervisi itu sendiri tidak tercapai. Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun Supervisor melalui proses analisis yang baik dengan memanfaatkan kekuatan internal dan dukungan eksternal serta dengan meminimalisir kelemahan internal dan hambatan eksternal baik berupa tindakan-tindakan nyata maupun kebijakan-kebijakan yang mendukung.



  1. Fokus Masalah
Dalam makalah ini pembahasan lebih difokuskan pada tugas-tugas supervisi yang meliputi :
    1. supervisi sebagai bantuan langsung kepada guru
    2. supervisi sebagai upaya pengembangan profesionalisme guru
    3. supervisi untuk pengembangan kurikulum
    4. supervisi untuk pengembangan kelompok
    5. penelitian tindakan kelas
Dilanjutkan dengan bagaimana realitas pelaksanaan tugas tersebut serta kekuatan, kelemahan, hambatan dan juga dukungan terhadap pelaksanaan tugas serta dilengkapi dengan saran atau solusi praktis jangka pendek.





Seperti ditegaskan oleh Glickman bahwa supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan pengajaran.[2] Jadi supervisi pendidikan erat kaitannya dengan proses bimbingan dan penyuluhan proses belajar-mengajar secara utuh, yaitu persiapan mengajar, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan belajar-mengajar. Idealnya supervisi merupakan kebijakan kendali mutu dalam upaya meningkatkan hasil pendidikan. Bahkan sasaran lebih lanjut dari pelaksanaan tugas supervisi adalah untuk membantu para guru, untuk pengembangan kelompok guru, untuk pengembangan profesionalisme guru, untuk pengembangan kurikulum, dan penelitian tindakan kelas. Tugas-tugas tersebut dilakukan oleh kepala sekolah dan atau penilik/pengawas sekolah.

  1. Bantuan Langsung Kepada Guru
Senada dengan Glickman, Wiles mendefinisikan supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar. Jadi secara sederhana, supervisi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efesien.  Dalam pelaksanaan supervisi,supervisor melakukan tiga hal, yaitu:
1.      Membimbing guru dalam kegiatan membuat perencanaan mengajar.
Usaha dan kegiatan yang dilakukan adalah membuat satuan pelajaran,
menulis dan mereview silabus, pengembangan proses evaluasi, dan membuat rencana program pembelajaran.
2.      Membantu guru dalam mengembangkan kecakapan mengajar.
Usaha dan kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kecakapan mengajar meliputi bantuan dalam memperbaiki metode mengajar, cara mengajar, dan proses belajar mengajar.
3.      Membantu guru dalam memecahkan masalah guru.
Kegiatan yang dilakukan adalah membantu guru memecahkan masalah pribadi, hubungan dengan orang tua, masyarakat, dan siswa.
      Menurut Ibrahim Bafadhal sebagaimana dikutip oleh Dedi Supriyadi untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki;
    1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
    2.  Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
    3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasilbelajar.
    4. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
    5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya. [3]
Secara detail uraian tugas supervisor dalam membantu guru untuk pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, sikap personal, dan sikap profesional antara lain meliputi:
1. Membantu guru dalam memahami strategi belajar-mengajar
2.  Membantu guru dalam merumuskan tujuan-tujuan belajar
3. Membantu guru dalam menyusun berbagai pengalaman belajar
4. Membantu guru dalam menyusun keaktifan belajar siswa
5. Membantu guru dalam meningkatkan ketrampilan dasar mengajar
6. Membantu guru dalam mengelola kelas dan mendinamisasikan kelas  sebagai suatu proses kelompok
7. Membantu guru-guru dalam memecahkan masalah keluh-kesah siswa dan pembinaan kepada siswa.
8. Membantu guru dalam memecahkan masalah kesejahteraan.
9. membantu guru menyesuaikan pengajaran dengan perbedaan individual.
Dalam konteks yang aplikatif, bantuan langsung kepada guru harus bisa menghasilkan dan meningkatkan profesionalisme guru berupa ketrampilan aplikatif dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
1. Menguasai bahan, meliputi:
a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum,
b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
2. Mengelola program belajar-mengajar, meliputi:
a) merumuskan tujuan pembelajaran,
b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat,
c) melaksanakan program belajar-mengajar,
d) mengenal kemampuan anak didik.
3. Mengelola kelas, meliputi:
a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran,
b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4. Penggunaan media atau sumber belajar, meliputi:
a) mengenal, memilih dan menggunakan media,
b) membuat alat bantu yang sederhana,
c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar,
d) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6. Mengelola interaksi belajar-mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi:
a)  mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling,
b)      menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. [4]
            Jadi arah pelaksanaan tugas supervisi harus mampu menghasilkan suatu bantuan pada para guru secara langsung yang berkaitan dengan kebutuhan praktis mereka dalam kegiatan proses belajar mengajar kepada siswa agar tujuan pembelajaran berhasil secara maksimal.

B. Pengembangan Kelompok
Kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang terus menerus mengalir dengan sendirinya menjadi sebuah perhatian serius bagi pemerintah agar guru juga diberikan pembinaan profesional secara terus menerus. Dengan demikian  guru akan mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dapat memenuhi perubahan tuntutan profesionalisme kerja, dan guru dapat memenuhi tuntutan masyarakat.
Mencermati berbagai kemajuan itulah pemerintah membentuk beberapa organisasi penjamin mutu pendidikan dan lembaga-lembaga pembinaan profesional guru melalui Proyek PEQIP (Primary Education Quality Improment Project) atau yang disebut dengan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar. Beberapa wadah profesional pendidikan di sekolah dasar yang dibentuk melalui PEQIP tersebut antara lain KKg dan PKG: [5]
a. Kelompok Kerja Guru (KKG)
Kelompok kerja Guru yang beranggotakan semua guru di dalam gugus yang bersangkutan. KKG ini adalah wadah pembinaan profesional bagi para guru dalam meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran di Sekolah. Secara operasional Kelompok Kerja Guru dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarkan jenjang kelas atau per mata pelajaran.
b. Pusat Kegiatan Guru ( PKG)
Pusat Kegiatan Guru adalah sebagai tempat diselenggarakannya Kegiatan Kelompok Kerja Guru yang juga merupakan bengkel dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan kelompok kerja guru yang dilaksanakan pada setiap gugus pada dasarnya sesuai dengan program kerja yang telah disusun.
Kelompok-kelompok di atas diberlakukan melalui SK Dirjen Dikdasmen No. 070/ C/ Kep/ 1/93 tanggal 7 april 1993. Semenjak itulah Kelompok Kerja Guru (KKG) mulai dilaksanakan. Pada dasarnya kelompok yang diuraikan di atas adalah merupakan wadah aktifitas profesional untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas yang dimaksudkan ini tidak bersifat searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya, aktifitas yang dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang mencakup presentasi, observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.
Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organisasi yang bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing. Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain. Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan terdapat lebih dari satu kelompok.
Keberadaan kelompok akan memungkinkan para guru untuk bisa tukar fikiran dengan rekan sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan para siswa. Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang profesi yang ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita.
      Kelompok yang dibentuk merupakan wadah kegiatan di mana antara anggota sejawat bisa saling asah, asuh dan asih untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas sekolah serta pendidikan pada urnumnya. Asah artinya satu dengan anggota sejawat yang lain saling membantu untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Asuh berarti di antara anggota kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan ikhlas untuk peningkatan kemampuan profesional dan asih berarti di antara anggota kesejawatan terdapat hubungan kekeluargaan yang akrab. Secara terperinci kegiatan kelompok ditujukan untuk:  
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :   diskusi tentang satuan pelajaran, diskusi tentang substansi meteri pelajaran, diskusi pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran, melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas, mengembangkan evaluasi penampilan guru oleh peserta didik, dan mengkaji hasil evaluasi penampilan guru oleh peserta didik sebagai feedback bagi anggota kelompok.  
  2. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : kajian jurnal dan buku baru, mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi, mengikuti seminar-seminar dan penataran-penataran, menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok, melaksanakan penelitian.  
 3. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:  menulis artikel, menyusun laporan penelitian, menyusun makalah, menyusun laporan dan review buku. [6] 
Selanjutnya dalam sistem gugus Kelompok Kerja Guru selain mendapatkan pembinaan secara langsung oleh Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah juga dari para tutor dan guru pemandu mata pelajaran mekanisme pembinaan profesional guru secara terus menerus dan berkesinambungan. Berkaitan dengan tugas-tugas supervisi dalam pengembangan kelompok maka supervisor perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1.      memaksimalkan kualitas profesionalisme masing-masing anggota kelompok dengan memberikan motivasi dan atau pembinaan.
2.      memaksimalkan peran dan manfaat kelompok bagi pengembangan dan peningkatan profesionalisme anggotanya.
3.      meningkatkan kualitas dan keberadaan kelompok sebagai wadah para guru dan sebagai sarana bagi supervisor karena dapat membantu tugas supervisor
  1. Pengembangan profesional
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan guru sendiri mengalami stagnasi.
Banyak kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan tujuan umum pendidikan yaitu untuk pemenuhan kebutuhan siswa dalam belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan mengikuti berbagai kegiatan ilmiah atau pelatihan demi pengembangan kompetensi profesionalismenya,  rendahnya motivasi dan kebiasaan membaca, dan jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru karena guru sudah merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit ringkasan materi.
Berkaitan dengan tugas supervisi dalam pengembangan profesionalisme guru, maka supervisor perlu melakukan diantaranya:
1.      memberikan pembinaan dan motivasi sekaligus pengakuan dan penghargaan terhadap peningkatan profesionalismenya.
2.      memberikan pelayanan inservic training tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dan dibutuhkan bagi pengembangan profesionalismenya,
3.      memberikan kesempatan kepada para guru untuk meningkatkan profesionalismenya baik melalui kegiatan workshop. Maupun pelatihan-pelatihan yang mendukung.
4.      memotivasi para guru untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana pad program studi yang relevan dan mendukung terhadap peningkatan profesionalisme mereka dalam proses belajar mengajar.
  1. Pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan isi dari sebuah proses pendidikan, berupa seperangkat rencana dan kegiatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga  hasil dari sebuah proses pendidikan tergantung pada isi, bentuk dan macam kurikulumnya.
Oleh karena kurikulum merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran, maka salah tugas supervisi adalah untuk pengembangan kurikulum agar kegiatan pembelajaran tersebut benar-benar berisi dan berkualitas. Menurut Wiles and Bondi sebagaimana dikutip oleh Mantja bahwa perkembangan peranan supervisi sebagai pengembangan kurikulum adalah pada periode 1955-1965.[7]
Pada dasarnya pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : (1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root model button-up.
1. The administrative model (atas ke bawah)
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional dengan menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah. Seperti  merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi. Model pengembangan kurikulum ini digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi.
2. The grass root model (bawah ke atas)
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.
Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. [8]
          Berkaitan dengan tugas supervisi dalam pengembangan kurikulum perlu diimbangi dengan kompetensi dan profesionalisme guru. Karena guru adalah pelaku terdepan dalam menerjemahkan kurikulum dalam bahasa pembelajaran. Sehingga sumberdaya dan kompetensi guru sangat berpengaruh dan berperanan penting untuk melaksanakan pengembangan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum direncanakan dan disusun jika gurunya tidak mampu melaksanakan, maka kurikulum tersebut tetap tidak berkembang. Menurut Hendiyat Soetopo hal-hal yang perlu dilakukan supervisor berkaitan dengan tugas supervisi sebagai pengembangan kurikulum adalah:
  1. membantu guru dalam memilih dan mengorganisir bahan-bahan pengajaran
  2. membantu gruru menggali dan mengembangkan bahan pengajaran [9]
  3. membantu menentukan alternatif sumber-sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh guru dan juga siswa.
  4. menyarankan para guru untuk memberikan kegiatan yang bervariasi kepada siswa agar kemampuan siswa berkembang baik kegiatan yang sifatnya kurikuler, kokurikuler, maupun ekstra kurikuler.
  1. Penelitian Tindakan Kelas
Sebagaimana namanya, penelitian tindakan atau action research, merupakan paduan antara aksi (tindakan, action) dan penelitian (research). Aksi yang sekaligus penelitian yang mengandung aksi. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran, keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, guru juga tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti. [10]
            Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional seorang guru :
  1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang dia lakukan dan muridnya
  2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
  3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
  4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
  5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.[11]
Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Menurut Sungkowo, penelitian tindakan (action research) dapat digunakan untuk guru-guru dalam membantu pembelajaran dan menolong membantu dalam penulisan karya ilmiah. Pada umumnya pelaksanaan penelitian tindakan ditujukan untuk :
  1. Meningkatkan kualitas, seperti kualitas pembelajaran, kualitas siswa, kualitas kerjasama, kualitas bertanya.
  2. Meningkatkan efektivitas, seperti siswa memahami apa yang diterangkan guru, siswa malaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan.
  3. Meningkatkan efisiensi guru, seperti dapat memanfaatkan metode, stategi dan penilaian pembelajaran.[12]
Menurut Kemmi penelitian tindakan dirumuskan dalam empat tahap yaitu: tahap perencanaan, tahap aksi atau pelaksanaan tindakan, tahap pengamatan, tahap evaluasi dan refleksi/umpan balik.[13]



a. Tahap Perencanaan:
Yang dimaksud tahap perencanaan adalah penelitian rencana kegiatan yang akan dilakukan. Untuk dapat menyusun rencana tersebut, ada beberapa kegiatan yang harus dilalui:
1). Menemukan problem.
2). Rencana pertemuan selama satu semester (32 pertemuan).
3). Kegiatan yang belum dilaksanakan sebelumnya.
4). Mengembangkan hipotesis.
Untuk menemukan dan merumuskan problem kegiatan yang perlu dilaksanakan, antara lain :
1). Meningkatkan kemampuan siswa bertanya.
2). Meningkatkan gemar membaca.
3). Meningkatkan nilai rapor dalam pembelajaran tertentu.
4). Memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
Kegiatan hipotesis dirumuskan antara lain :
1). Pokok bahasan yang akan dilakukan.
2). Rencana bagaimana aksi akan dilakukan ( urutan kegiatan, waktu pelaksanaan, bahan yang diperlukan).
Syarat Kolaborator dirumuskan antara lain :
1). Teman guru-guru (kalau bisa sejenis).
2). Yang sudah memiliki pengalaman mengajar.

b. Tahap Pelaksanaan
Peneliti memulai melaksanakan apa yang direncanakan sebelumnya dan kolabulator yang duduk di bangku belakang mengamati dan mencatat dengan sikap netral. Hasil catatan tersebut berupa catatan lapangan dan sebaiknya dengan dokumen tape recorder atau yang lainnya.

c. Tahap Refleksi
Hasil dari diskusi bersama kolabulator untuk mengadakan refleksi tindakan-tindakan yang telah dilakukan guru tentang upaya kesungguhan guru atau kelemahan-kelemahan selama pelaksanaan tindakan akan dijadikan dasar dalam membuat perbaikan perencanaan siklus kedua. Kemungkinan siklus kedua muncul permasalahan yang harus dipecahkan. Permasalahan pertama diperbaiki bersama sehingga fokus penelitian akan bertambah

d. Laporan Penelitian
Agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh pihak lain baik guru, pejabat pendidikan dan yang lain, maka hasil penelitian harus dikomunikasikan lewat pelaporan. Laporan hasil penelitian tindakan kelas terdiri dari:
1). Gagasan umum.
2). Perumusan masalah.
3). Perencanaan penelitian kaji tindak
4). Pelaksanaan penelitian kaji tindak.
5). Monitoring.
6). Evaluasi dan refleksi.
7). Saran dan rekomendasi.
            Berkaitan dengan tugas supervisi dalam aspek penelitian tindakan kelas maka supervisor perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Melakukan sosialisasi kepada para guru tentang pengertian Action research (penelitian tindakan kelas) beserta tujuan dan manfaat penelitian tindakan kelas bagi perbaikan dan peningkatan proses pembelajaan yang dilakukan oleh guru.
  2. Melatih dan membina para guru tentang pelaksanaan penelitian tindakan kelas mulai dari proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi hasil penelitian tindakan kelas.
  3. membantu dan membina para guru dalam menerapkan solusi atau tindak lanjut yang disepakati dari hasil penelitian tindakan kelas dalam rangka peningkatan proses pembelajaran.
  4. mendampingi dan memotivasi guru untuk terus melaksanakan penelitian tindakan kelas serta menemukan dan menerapkan solusi dan tindak lanjut yang ditetapkan secara terus menerus agar terus terjadi peningkatan dan pebaikan.




    1. Kekuatan
1.      sebagian supervisor sudah banyak yang profesional yang bisa mempengaruhi atau memotivasi supevisor lain untuk melaksanakan tugas supervisi secara maksimal.
2.      bekal kahlian dan ketrampilan yang diperoleh supervisor dalam pendidikan pelatihan atau workshop-workshop sudah cukup memadai, sehingga tinggal merealisasikan saja.

    1. Kelemahan
1.      Para supervisor belum menyadari sepenuhnya terhadap fungsi mereka bagi pengembangan profesionalisme guru dan bagi peningkatan kualitas proses belajar mengajar
2.      Jumlah supervisor yang masih terbatas belum seimbang dengan jumlah sekolah dan jumlah guru,
3.      Banyak para supervisor juga belum memahami bagaimana proses pembelajaran yang berkualitas, kurikulum,  dan juga penelitian tindakan kelas sehingga para supervisor belum bisa memberikan pembinaan yang baik dan sesuai dengan standart yang ada..
4.      Latar belakang akademik dan program studi yang dimiliki supervisor  tidak semuanya sesuai dengan yang disupervisi.
5.      tidak diterapkannya system control dan pertanggungjawaban supervisor serta tidak adanya indicator yang jelas terhadap keberhasilan dan ketidakberhasilan seorang supervisor, ditambah tiak adanya sanksi jika supervisor tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

    1. Dukungan
1.      tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas  selalu meningkat.
2.      aspirasi, dukungan, harapan, dan juga pengakuan masyarakat terhadap peningkatan peran supervisor selalu meningkat.
3.      Kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang akhir-akhir ini banyak mengatur dan mendukung mengoptimalkan perana supervise.

    1. Hambatan
1.      fasilitas fisik dan dana yang belum memadai
2.      Guru tidak memahami peran dan manfaat supervisi bagi pengembangan kompetensi dan profesionalismenya dalam proses pembelajaran
3.      kesadaran terhadap kebutuhan supervisi belum tumbuh dalam diri para guru.
4.      system rekrutmen dan juga penempatan supervisor yang tidak didasarkan pada kebutuhan dan relevansi serta latar belakang guru yang disupervisi



            Dengan melihat hasil analisa terhadap kekuatan, kelemahan, dukungan, dan hambatan pelaksanaan tugas supervisi, agar pelaksanaan tugas supervisi berhasil dan mampu meningkatkan proses pembelajaran sehingga tujuan pendidikan tercapai, maka beberapa saran solusi berikut bisa digunakan sebagai alternatif strategis untuk menyelesaikan masalah tersebut, antara lain:
  1. Tujuan supervisi harus dikomunikasikan dan dipahami oleh semua pihak.
  2. Supervisi harus terencana dengan baik, bersifat membangun, dan dilaksanakan secara demokratis.
  3. Guru perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pelaksanaan supervisi agar mereka memahami tentang prosedur, cara, dan juga manfaat suprvisi bagi pengembangan profesionalisme mereka.
  4. Program-program supervisi hendaknya merangsang terjadinya perubahan dalam kegiatan pengajaran.
  5. budaya kritis dan inovatif melalui penelitian tindakan kelas perlu disosialiasasikan dan dimaksimalkan dengan pemberian kesempatan dan juga reward yang seimbang.
  6. Untuk menjamin bahwa kegiatan kelompok bisa berlangsung dengan baik, sehingga dapat diujudkan hubungan timbal balik kesejawatan yang obyektif bebas dari rasa rikuh, pekewuh dan sentimen perlu dikembangkan suatu norma kriteria yang obyektif sebagai dasar untuk saling memberikan penilaian terhadap karya dan penampilan sejawat.
  7. perlu memisahkan jabatan supervisor dengan jabatan pengawas dalam struktur birokrasi pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan, yaitu mengarahkan jabatan pengawas agar terartikulasi pada peran dan tugas sebagai supervisor, atau mengangkat supervisor secara khusus dan tetap membiarkan jabatan pengawas melaksanakan fungsi pengawasan.
  8. memperbaiki pola pendidikan prajabatan maupun inservice rekrutmen, seleksi, penugasan, serta penilaian dan promosi jabatan supervisor/pengawas.
  9. dalam konteks otonomi daerah, jabatan supervisor dapat diangkat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
  10. membangun kesadaran budaya mutu dalam pendidikan bagi pengelola-pengelola pendidikan pada semua tingkatan.
  11. mengikis pola hubungan yang paternalistik antara pengawas/kepala sekolah dengan guru dan mengembangkan hubungan profesional yang akrab dan terbuka untuk meningkatkan pembelajaran
  12. dukungan fasilitas dan anggaran perlu diperhatikan, termasuk penghargaan terhadap profesionalisme guru maupun profesionalisme supervisor



Akhmad Sudrajat.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii. diakses pada tanggal 10 Juni 2009


Burhanuddin dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, FIP Uniiversitas Negeri Malang. Malang:2007

Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Bina Aksara :1994.



Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 98 1999

Suryasubrata. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta 4-5 1997
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Glickman Carl D, Stephen p. Gordon, Jovita M. Ross-Gordon , supervision and Instructional Leadership a Developmental approach. USA:1981

Mantja, Willem. Model Pembinaan dan Supervisi Pendidikan. Hasil loakarya Applied Aproach (AA) Angkatan XII Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan 1998.



[1] Glickman
[2] Glickman Carl D, Stephen p. Gordon, Jovita M. Ross-Gordon , supervision and Instructional Leadership a Developmental approach. USA:1981

[3] Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 98 1999


[4] Suryasubrata . Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta 4-5 1997
[7]Mantja, Willem. Model Pembinaan dan Supervisi Pendidikan. Hasil loakarya Applied Aproach (AA) Angkatan XII Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan 1998 hal. 15
[9] Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Bina Aksara :1994. hal. 111
[13] Idem