PENDAHULUAN
Sampai saat ini,sejarah perkembangan ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan. Kemenangan-kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayyul; dan dari ilmulah kemudian mengalir arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia.kesadaran yang terjasi dewasa ini tentang adanya masalah –masalah moral yang serius di dalam ilmu,mengenai kekerasan –kekerasan eksternal dan paksaan-paksaan pada pengembangannya,dan mengenai bahaya-bahaya dalam perubahan teknolagis yang tak terkendali,menantang para sejarahwan untuk melakukan penilaian kembali secara kritis terhadap keyakinan awal yang sederhana ini.
Sejarawan segera menyadari bahwa gagasan ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikannya hanyalah salah satu dari sekian banyak gagasan, dan itu merupakan produk dari konteks-konteks yang bersifat sementara. Gagasan itu meliputi kehadiran pusat-pusat penelitian di berbagai universitas yang hampir otonom; penerapan hasil-hasil ilmiah secara besar-besaran oleh para teknolog;dan kebebasan penelitian ilmiah dari politik dan agama. Di abad ke-19 terdapat tentang adanya perbedaaan-perbedaan kekaburan antara ilmu.
Tidak dapat di sangkal bahwa para pemikir pada zaman modern ini berbeda-beda keadaannya,bahwa juga penelitian filsafati mereka mengarah ke banyak jurusan, akan tetapi bagaimanapun semuanya itu masih juga mewujudkan suatu kesatuan, sebab semuanya itu telah membantu di bentuknya keadaan Barat.
PEMBAHASAN
A.KEBENARAN
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat.
B. EMPERISME
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba- coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacon , Thomas Hobbes, John Locker, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal itu terjadi karena filsafat dianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama Empirisme. Menjadikan orang merasa telah dapat mengetahui segala sesuatu secara menyeluruh dan sistematis. Uraian tokohnya adalah sebagai berikut:
1. Sir Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon, Viscount St Alban pertama (lahir 22 Januari 1561, wafat 9 April 1626) adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai pendukung Revolusi Sains. Bahkan, menurut John Aubrey, dedikasinya menggabungkannya ke dalam sebuah kelompok ilmuwan yang bersejarah yang meninggal dunia akibat eksperimen mereka sendiri.
Francis Bacon dianugerahi gelar ksatria (Sir) pada tahun 1603, diangkat menjadi Baron Verulam di tahun 1618, dan menjadi Viscount St. Alban di tahun 1621. Tanpa keturunan, kedua gelar kebangsawanan tersebut hilang pada saat kematiannya. Ia menerima julukan sebagai pencipta esai Inggris.
Meskipun bukan seorang ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Banyak kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton menerima "filsafat baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi. Setelah menampik ketergantungannya pada pendapat para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke permukaan dan memunculkan banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun "filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu pengetahuan modern" ini adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin Kristen sebagai dasar pemikirannya.
John Henry, profesor ilmu sejarah dari Universitas Edinburg menulis biografi Bacon yang berjudul "Knowledge is Power: How Magic, the Government and an Apocalyptic Vision Inspired Francis Bacon to Create Modern Science." (2002) Henry menyatakan bahwa Sir Francis Bacon "menemukan ilmu pengetahuan modern" karena terinspirasi oleh ketiga hal ini: "magis" (baca: iman Kristen), "penguasa" (baca: pengetahuan untuk kebaikan manusia), dan "visi apokaliptik" (artinya, kepercayaan harfiah akan nubuatan Daniel dalam Daniel 12:4, "Banyak orang akan menyelidikinya, dan pengetahuan akan bertambah"). Buku ini memperjelas hubungan Bacon dan Alkitab.
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Untuk mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau identitas-identitas di dalam pikiran orang.
Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.
2. John Locke (1632-1704)
Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi atau yang kita kenal dengan istilah Tabula Rasa.
Tabula Rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya.
Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John Locke di abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong" tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu "kosong" saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami.
Menurut Locke, pikiran bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang dinamakannya dengan perenungan.
Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui penginderaan.
Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.
3. David Hume (1711-1776).
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:
Beberapa Jenis Empirisme:
1. Empirio-kritisisme
a) Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral
b) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.
c) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat.
B. EMPERISME
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba- coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacon , Thomas Hobbes, John Locker, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal itu terjadi karena filsafat dianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama Empirisme. Menjadikan orang merasa telah dapat mengetahui segala sesuatu secara menyeluruh dan sistematis. Uraian tokohnya adalah sebagai berikut:
1. Sir Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon, Viscount St Alban pertama (lahir 22 Januari 1561, wafat 9 April 1626) adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai pendukung Revolusi Sains. Bahkan, menurut John Aubrey, dedikasinya menggabungkannya ke dalam sebuah kelompok ilmuwan yang bersejarah yang meninggal dunia akibat eksperimen mereka sendiri.
Francis Bacon dianugerahi gelar ksatria (Sir) pada tahun 1603, diangkat menjadi Baron Verulam di tahun 1618, dan menjadi Viscount St. Alban di tahun 1621. Tanpa keturunan, kedua gelar kebangsawanan tersebut hilang pada saat kematiannya. Ia menerima julukan sebagai pencipta esai Inggris.
Meskipun bukan seorang ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Banyak kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton menerima "filsafat baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi. Setelah menampik ketergantungannya pada pendapat para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke permukaan dan memunculkan banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun "filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu pengetahuan modern" ini adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin Kristen sebagai dasar pemikirannya.
John Henry, profesor ilmu sejarah dari Universitas Edinburg menulis biografi Bacon yang berjudul "Knowledge is Power: How Magic, the Government and an Apocalyptic Vision Inspired Francis Bacon to Create Modern Science." (2002) Henry menyatakan bahwa Sir Francis Bacon "menemukan ilmu pengetahuan modern" karena terinspirasi oleh ketiga hal ini: "magis" (baca: iman Kristen), "penguasa" (baca: pengetahuan untuk kebaikan manusia), dan "visi apokaliptik" (artinya, kepercayaan harfiah akan nubuatan Daniel dalam Daniel 12:4, "Banyak orang akan menyelidikinya, dan pengetahuan akan bertambah"). Buku ini memperjelas hubungan Bacon dan Alkitab.
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Untuk mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau identitas-identitas di dalam pikiran orang.
Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.
2. John Locke (1632-1704)
Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi atau yang kita kenal dengan istilah Tabula Rasa.
Tabula Rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya.
Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John Locke di abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong" tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu "kosong" saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami.
Menurut Locke, pikiran bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang dinamakannya dengan perenungan.
Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui penginderaan.
Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.
3. David Hume (1711-1776).
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:
Beberapa Jenis Empirisme:
1. Empirio-kritisisme
a) Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral
b) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.
c) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
KESIMPULAN
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
Empirisme adalah aliran ilmu pengetahuan dan filsafat yang berdasarkan metode empiris, yaitu bahwa semua pengetahuan didapat dengan pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, dan dijadikan sebagai sumber pengetahuan karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman, dengan demikian kebenaran yang diperoleh bersifat aposteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).
Filsuf empirisme David Hume (1711-1776), melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Hume seperti layaknya filsuf Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”.
Tokoh-tokoh empirisme lainnya antara lain Francis Bacon (1561-1626), dan Thomas Hobbes (1588-1679). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen. Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik, karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain
DAFTAR PUSTAKA
Jerome R.Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah Dan Ruang lingkup Bahasan (Pustaka Pelajar Celeban Timur UH Yogyakarta, 2009 )
Dr.Harun Hadiwijono Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Kanisius Yogyakarta 1980 )
http://id.wikipedia.org/wiki/Francis_Bacon, dikutip pada hari Sabtu, 29Oktober 2011 pukul 15.10 wib
http://biokristi.sabda.org/sir_francis_bacon, dikutip pada hari sabtu, 29 Oktober 2011 pukul 01.20 wib
http://id.wikipedia.org/wiki/Tabula_rasa, dikitup pada hari sabtu,29 Oktober 2011 pukul 14.40 wib
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003)
http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme, dikutip pada hari sabtu, 29 Oktober 2011 pukul 01.10 wib
silakan KLIK di sini untuk mendapatkan materi lainnya... (tunggu 5 detik kemudian klik Lewati/Skip)