Saturday, 28 April 2012

KOHERENSI, KORESPONDENSI,
DAN PRAGMATISME


    Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara yang ditempuh untuk memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan pinsip-prinsip penalaran rasional.
Dengan menalar manusia berusaha untuk mendapatkan kebenaran dan untuk mendapatkan kepastian dalam hidup, Manusia harus mendapatkan kepastian dalam memilih.
    Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa lepas dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui  metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu mamang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang ada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya.
Penegasan diatas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran,pertama;  pada dimensi fenomenalnya bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk..Kedua; pada dimensi struktural, bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen,obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau di pertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu,sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan sistem.Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia.Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
    Tentang kebenaran plato pernah berkata “Apakah kebenaran itu? Lalu pada waktu yang tak bersamaan Bradley menjawab,”Kebenaran itu adalah kenyataan”,tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi.Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan).Dari pengartian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kebenaran itu ada dua pengertian, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi dan kebenaran dalam arti ketidakbenaran (keburukan).
Dalam bahasan ini makna” kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “Kebenaran ilmiah”. Salah satu uji cobanya adalah apa yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu yang didasarkan pada teori  koherensi  ( konsistensi ), korespodensi ( ketersesuain ), dan teori pragmatisme ( praktis/fungsional ).

PEMBAHASAN

A.KEBENARAN
    Kebenaran tentu merupakan sifat yang dimiliki oleh ide kita. Apapun yang kita ketahui selalu berupa ide-ide dan tidak pernah berupa sesuatu sebagaimana yang terdapat dalam dirinya sendiri yang bersifat lahiriah, yang hipotesa. Karena pemikiranlah yang menentukan ketertiban, tatanan serta sistem di dalam kenyataan yang kita hadapi, dan pemikiran membuahkan ide-ide, dan ide-ide kebenaran terletak dalam keadaan saling berhubungan diantara ide-ide tersebut.
    Apakah yang dimaksud oleh penganut idealisme dengan keadaan saling berhubungan itu? Bradley mengemukakan dua ciri pokok. Pertama adanya keharusan bahwa semua fakta terangkum ide-ide tidak mungkin saling berhubungan, jika ide-ide itu hanya mrupakan bagian-bagian dari kebenaran seluruhnya, misalnya jika kita mengetahui bahwa tanah basah dan juga mengetahui bahwa langit berawan maka kedua ide tersebut belum cukup menunjukkan adanya keadaan saling berhubungan. Untuk menetapkan bahwa hujan turun kedua keadaan tersebut mungkin ada,  namun bisa saja hujan tetap tidak turun. Ini menggambarkan bahwa agar ada kebenaran perlu ada sesuatu sistem yang bersifat mencakup yang didalamnya ide-ide saling berhubungan. Kedua ide-ide tersebut harus teratur secara laras dan tidak mengandung kontradiksi ide tentang keterbatasan dari kontradikai sudah diterangkan diatas memakai sistem ilmu ukur, penertian tentang ketertiban yang laras dapat digambarkan secara paling baik. Kenyataan dan karenanya kebenaran oleh para penganut idealisme digambarkan sebagai sistem kebenaran yang teratur, yang logis, yang didalamnya tidak terdapat kontradiksi.
    Contoh yang baik tentang bagaimana cara menerapkan paham koherensi terdapat didalam perkenalan dengan teori relatifitas instink ide bahwa semua gerakan semata-mata bersifat nisbi serta ditinggalkannya penertian-pengertian tentang ruang dan waktu yang mutlak, ternyata saling berhubungan dengan ide-ide lain secara jauh lebih baik dari pada penertian-pengertian yang lama. Ini menyebabkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan kumpulan yang bersifat laras dari lapangan-lapangan yang bertautan serta berhubungan, dan ditinjau secara matematis bersifat logis sederhana.
    Ptoposisi-proposisi dalam keadaan saling beerhubungan namun sesat. Agaknya orang menaruh sesuatu keberatan yang utama terhadap paham koherensi. Apakah tidak mungkin terdapat kumpulan proposisi-proposisi yang dalam keadaan saling berhubungan, yang semuanya sesat? Tentunya orang membayangkan buku-buku seperti Alice in wonder lain serta cerita-cerita detektif yang baik penulisannya, yang ceritanya telah direncanakan secara hati-hati, sehingga didalamnya segala-galanya saling berhubungan. Selama orang berpegangan pada anggapan-anggapan yang dimuat dalam buku itu, maka tidak ada yang sesat atau tidak benar. Selain itu, suatu segi yang tidak kurang pentingnya, pendirian yang baik didalam ilmu pengetahuan ialah bahwa ilmu penetahuan harus mampu mengadakan peramalan. Bagaimanakah peramalan dapat diterangkan atas dasar koherensi? Atau lebih baik, “Bagaimanakah suatu peramalan dapat diferifikasi? Karena, jika sistemnya sudah dalam keadaan saling berhubungan, maka tidak akan ada ide yang disimpulkan dari sistem tersebut yang tidak cocok dengan sistem tadi. Peramalan meliputi penjabaran sebuah proposisi mengenai peristiwa-peristiwa yang tidak dilukiskan dalam sistem tersebut dapat diamati, maka peramalan itu telah diverifikasi. Ini tidak berarti bahwa keadaan saling berhubungan itu kadang-kadang tidak merupakan ukuran yang sangat berharga tentang kebenaran. Sesungguhnya kita pasti akan menolak suatu gagasan yang bertentangan dalam dirinya sendiri, juga tentu akan menolak bahan-bahan bukti yang dalam keadaan tidak saling berhubungan diajukan oleh seseorang.

B. KOHERENSI
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsisten. Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu dapat diterima secara logis dan teori koherensi mamandang bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain sudah lebih dahulu diketahui,diterima dan diakui sebagai sesuatu yang benar. Dengan demikian suatu keputusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang sudah diketahui,diterima dan diakui kebenarannya.
    Suatu proposisi dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koherensi/konsisten dengan pernyatan sebelumnya yang dianggap benar.Faham koherensi menyatakan bahwa derajat keadaan saling berhubungan merupakan ukuran bagi kebenaran.Sedang keadaan saling berhubungan dengan semua kenyataan memberikan kebenaran mutlak.Teori koherensi adalah teori kebenaran sebagai keteguhan.
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila penyataan itu bersifat koheren atau konsisten,artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya,yaitu yang koheren menurut logika.Misalnya , “Semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar,sebab pernyataan tersebut adalah konsisten.
    Paham koherensi mengatakan, bahwa derajat keadaan saling berhubungan merupakan ukuran bagi derajat kebenaran, sedangkan keadaan saling berhubungan dengan semua menyataan memberikan kebenaran yang mutlak.

C. KORESPODENSI
Teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], yang kadang kala disebut The accordance Theory of Truth. Menurut teori ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh terjadi merupakan kenyataan atau faktanya. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras dengan kenyataannya, atau jika ia menyatakan apa adanya.
Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang serasi (corresponds) dengan situasi actual. Kebenaran ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment) dengan situasi seputar (Enviromental situation) yang diberinya intepretasi. Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah.
Teori korespondensi ini sering dianut oleh realisme/empirisme. K. Rogers, adalah orang penganut realisme kritis Amerika, yang berpendapat bahwa : keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara "esensi atau arti yang kita berikan" dengan "esensi yang terdapat didalam obyeknya".
Realisme epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independence (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahami. Itulah sebabnya realisme epitemologis kadangkala disebut obyektivisme. Dengan perkataan lain: realisme epistemologis atau obyektivisme. Berpegang kepada kemandirian sebuah kenyataan tidak tergantung pada yang di luarnya. Selajunya kaum marxist mengenal dua macam kebenaran, yaitu kebenaran mutlak dan  kebenaran relatif
Kebenaran mutlak ialah kebenaran yang selengkapnya obyektif, yaitu suatu pencerminan dari realitas secara pasti mutlak. Kebenaran relatif adalah pengetahuan mengenai relaitas yang kesesuaianya tidak lengkap, tidak sempurna.
    Bagi orang kebanyakan sebuah pernyataan itu benar jika yang diungkapkannya merupakan fakta, bila ada pernyatan “ Di luar hawanya dngin”, maka hal itu benar jika di luar sungguh-sungguh benar hawanya dingin atau jika keadaan dingin di luar itu merupakan fakta.Orang mungkin mengatakan jika di luar hawanya dingin, maka proposisi tersebut akan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain, dan bahwa karenanya keadaan saling berhubungan itu merupakan konsekuensi dari kebenaran suatu pernyataan. Paham yang mengatakan bahwa suatu pernyataan itu benar, jika makna yang dikandungnya sungguh-sungguh merupakan halnya, dinamakan “paham korespondensi”.

D. PRAGMATISME
    Teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic [pramatist] theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan. Falsafah ini dikembangan oleh orang bernama William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat. Suatu kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Kebenaran adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jika membawa akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktek, serta memiliki nilai praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
               Menurut penganut praktis, sebuah kebenaran disebut benar jika memiliki nilai kegunaan [utility] dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory consequence]. Dinyatakan sebuah kebenaran  jika memilki “hasil yang memuaskan “[satisfactory result], Dan dinyatakan kebenaran apabila : memuaskan keinginan dan tujuan manusia, dapat diuji kebenarannya dengan eksperimen dan mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.     Penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu konsekuensi. William James, misalnya mengatakan bahwa proposisi”Tuhan ada”adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan karena percaya adanya Tuhan. Ini berarti bahwa proposisi-proposisi yang membantu kita mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengamlan-pengalaman kita, adalah benar.


KESIMPULAN

    Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa lepas dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui  metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu mamang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang ada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya.
Penegasan diatas dapat di pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama;  pada dimensi fenomenalnya bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua; pada dimensi struktural, bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen,obyek sasaran yang hendak diteliti.
    Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.    Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsisten. Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu dapat diterima secara logis dan teori koherensi mamandang bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain sudah lebih dahulu diketahui,diterima dan diakui sebagai sesuatu yang benar. pernyataan dianggap benar bila penyataan itu bersifat koheren atau konsisten,artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya,yaitu yang koheren menurut logika.
2.    Teori kebenaran korespondensi adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang serasi (corresponds) dengan situasi actual. Kebenaran ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment) dengan situasi seputar (Enviromental situation) yang diberinya intepretasi. Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah.
3.     Teori kebenaran pragmatisme adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jika membawa akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktek, serta memiliki nilai praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.  Menurut penganut praktis, sebuah kebenaran disebut benar jika memiliki nilai kegunaan [utility] dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory consequence]. Dinyatakan sebuah kebenaran  jika memilki “hasil yang memuaskan “[satisfactory result], Dan dinyatakan kebenaran apabila : memuaskan keinginan dan tujuan manusia, dapat diuji kebenarannya dengan eksperimen dan mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.    


DAFTAR PUSTAKA

1.    Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir “ Filsafat Ilmu “, Dalam Filsafat Ilmu, Penelitian, dan Kebijakan Positivisme, Post Positivisme, Post Modernisme ( Penerbit Rake Sarasin ) Edisi II. Bagian Telaah Subtantif dan Instrumentatif. Hal 16 – 20.
2.    Dr. H. Boedi Abdullah “ Pengantar Filsafat Ilmu “, Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk Beluk Sumber Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan. Bab V Hal 137.
3.    Achmad Charris Zubair “ Kajian Filsafat Ilmu “, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia. Bab 8 Hal 77
4.    Dr. M. Solihin, M.Ag “ Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern “ ( Pustaka Setia). Bab 19 Hal 309.
5.    Soejono Soemargono “ Pengantar Filsafat “ Louis O. Kattsoff. Bab 8 hal 180.

No comments:

Post a Comment