Saturday, 5 May 2012






A.    Latar Belakang

Positifisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia yaitu tahap teologis tahap metafisik dan tahap positifistik. Pada tahap teologik pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama,kemudian pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai filsafat serta pada tahap positifisme,manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan tehnologi . Filsafat positifisme comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolak ukur”kebenaran”.
Melihat sekilas pemikiran Karl Popper  yang muncul setelah positivisme, mengenai sumber diperolehnya kebenaran adalah tangkapan manusia terhadap obyek melalui akal dan pengalamannya.walaupun bersifat tentatif “kebenaran”itu harus tetap melewati pengujian ketat dan gawat(crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” sehingga “kebenaran” dapat dibuktikan secara konsisten.  Seperti dialektika Hegel menyatakan bahwa “kebenaran”akan selalu mengalami proses tesis,sintesis, dan antitesis selamanya.  Begitu pentingnya sebuah kebenaran bagi manusia yang menuntutnya untuk selalu berusaha mencari hakekatnya, sehingga tanpa sadar bahwa “kebenaran” telah menjadi permasalahan pokok manusia.
Comte,bukan tokoh pencetus positivism melainkan dalam menyampaikan idenya tentang positivism banyak mendapat sambutan hangat kala itu, sehingga namanya besar dan dikenal dengan sebutan bapak positivism. Lebih lagi ketika beliau mampu menyelesaikan analisisnya tentang phisika social,dengan menggunakan metodologi alamiah menjadikan namanya dikenang masyarakat sebagai bapak sosiologi. Namun pemikiran yang dikembangkan comte tidak selamanya mendapat pujian akan tetapi juga hujatan,sebagaimana yang disampaikan oleh weber bahwa kajian manusia tidak  dapat disamakan dengan metodologi matematika,karena social sebagai lahan kajian manusia dan budayanya mempunyai etika dan estetika  tersendiri.Demikian halnya,makalah ini juga menyajikan pencarian kebenaran dalam sudut pandang Auguste Comte, yang disebut dengan filsatat positifisme. Suatu ide yang muncul abad XIX, dengan menitik beratkan pada aspek metodologis sebagai cara pencarian kebenaran.


B.    Rumusan Masalah

1.    Siapakah Auguste Comte?
2.    Bagaimana pemikiran epistemologis,metodologi dan aksiologi Comte?


C.    Biografi

Auguste Comte mempunyai nama panjang Isidore Marie Aguste  Francois Xavier Comte. Lahir di Montpellier- Prancis, 17 Januari 1789. Dan meninggal di Paris 5 September 1857 tepat pada umur 59 tahun dan dimakamkan di Cimetiere Pere Lanchaise.  Sebelum meninggal dunia, Comte banyak menghasilkan karya diantaranya epistemologi positifisme dalam kursusnya dibidang filsafat  positif. Kemudian teks-teks tersebut diterbitkan antara tahun 1830 dan 1842 serta pada tahun 1865, dari kumpulan teks kursus tersebut diterbitkan  dalam bahasa inggris yang difokuskan pada ilmu fisik di antaranya adalah metafisika, astronomi, fisika, kimia dan biologi serta yang terakhir ilmu sosial.
Secara intelektual, Aguste Comte merupakan tokoh yang memiliki karir cermerlang dalam analisis epistemologi pada masanya. Kontruksi  pemikiran Comte tidak terlepas dari social intelektual yang mempengaruhi diantaranya  keluarga, lingkungan sosial dan budaya, serta guru dan teman yang menjadi tempat diskusi pribadinya. Comte hidup dilingkungan sosial dan budaya pada masa pasca revolusi perancis. Dampak revolusi ini, banyak perubahan yang dialami masyarakat termasuk perubahan individualis pada masyarakat borjuis dan pada masyarakat proletar justru mengalami ketertindasan, tuntutan hak yang diinginkan pada revolusi,  hanya dinikmati pada orang-orang tertentu tidak untuk semua kalangan masyarakat perancis. Kondisi yang demikian itu, menjadi bahan diskusi  Comte bersama temannya yaitu Henri de saint-simon dan Pierre-simon Laplace, sehingga melekat dalam pemikiran Comte.



D.    EPISTEMOLOGI POSITIVISME COMTE

Comte pernah belajar sejarah pemikiran klasik,ini merupakan start dimana comte  mulai berfilsafat,sehingga dapat menghasilkan ide bahwa perkembangan pemikiran manusia itu terjadi dalam 3 tahap atau disebut dengan trilogy . Diantaranya adalah tahap teologi atau tahap pencarian eksistensi yang memerintah manusia tertinggi pada masa pra-pencerahan.. Dalam tahap ini jelas comte mendasarkan epistemologinya pada cara berfikir manusia purba ketika zaman pleistosen . Masa ini merupakan tingkat awal manusia mencari Tuhannya, sehingga berusaha menyembah segala sesuatu yang dianggap suci dan menjadi pelindung manusia dari marabahaya yang dihadapi manusia pada masa primitif hingga masa perkembangan paganisme.
Tahap paganisme seperti yang dijelaskan dalam sejarah panggung dunia,bahwa pemikiran manusia fokus pada kekuatan roh penguasa alam gaib. Dewa  dewi dalam  era paganisme terbagi menjadi 2 yaitu kepercayaan hindu dan kepercayaan budha .perspektif dewa ini merupakan bentuk empirisme yang coba digambarkan layaknya manusia yang punya kehendak dan rasio. sehingga  kepercayaan terhadap roh dapat dijadikan pengalaman indera.diantara contoh dewa-dewa adalah;dewa RE atau RA,dewa siwa,dewi fortuna,dewi sri  dan sebagainya.
Setelah menjalankan tahap pagan,ternyata comte juga membahas  pemikirannya tentang keesaan tuhan atau monotheisme. Walaupun comte tidak menjelaskan Tuhan dalam emanasinya. Tuhan pada agama kristianipun juga mendapat pandangan sama,yang coba dimaterialkan sehingga ruh kudus bisa memberikan berita gembira lewat anak allah(Yesus) sebagai gembala domba(Umat),Ini merupakan bentuk pengembangan pemikiran Comte tentang agama. Pemikiran comte selanjutnya adalah metafisik atau tahap pencerahan. 
Tahap ini comte,tidak seperti para teman seperti Henri de Saint Simon yang berpikir tapi tidak ada realitasnya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat perancis. Beliau membuat analisis data sesuai yang dia lihat pada masa pencerahan,setelah revolusi perancis dimana manusia saat itu mengalami kegelisahan,dalam pergolakan antara demokrasi dan kediktatoran. Sehingga dia memfokuskan idenya tentang pengakuan hak-hak universal manusia.  Hak setiap individu dari seluruh manusia merupakan hal yang terpenting dan tidak bisa diatur oleh satu orang. Seperti yang terjadi sebelum revolusi perancis,negara di bawah kekuasaan Paus yang berdasarkan atas doktrin gereja. Pada tahap ini sebenarnya masa transisi dari teologi ke tahap metafisik,dimana manusia dengan hak yang diperolehnya dapat berfikir secara bebas bahkan mencoba mencari Tuhanya dalam bentuk yang lebih dapat memuaskan keyakinananya.
Ide yang dirancang oleh comte dalam tahap ke dua ini coba diaplikasikan dalam tahap ketiga atau tahap positifisme. Disini,tidak ada ukuran yang jelas sebagai bentuk kepuasan pemikiran yang diterapkan,akan tetapi comte menjelaskan bahwa setiap ide harus selesai dengan sebuah kemajuan.dan untuk mencapai kemajuan Comte berpendapat bahwa; “supaya ada masyarakat baru yang teratur, haruslah lebih dulu diperbaiki jiwa atau budi" 


E.    METODOLOGI POSITIVISME COMTE

Berawal dari pemahaman ilmu fisik kemudian Comte mengembangkan idenya pada ilmu sosial, dengan menawarkan account perubahan sosial (revolusi sosial). account ini menuntut Comte melakukan pengamatan terhadap koherensi dari teori observasi dan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu Comte beranggapan bahwa,“The physical had necessarily to arrive fist before humanity coul adequately channel its efforts into the most challenging and complex “ Queen science” of  human society it self”.
Sehingga dari account tersebut Comte menghasilkan Empiris sebagai metode yang dibutuhkan dalam mengkaji sosiologi: Filsafat positifisme Comte juga bias difahami dengan istilah Empirisme –Kritis , bahwa pengamatan dan teori berjalan seiring. pengamatan atau obyek positif harus ditafsirkan atas dasar teori sehingga rasio akan mengolahnya  menjadi fakta obyektif. Seperti yang dijelaskan Comte dalam pendapatnya bahwa suatu pernyataan akan dianggap benar apabila sesuai dengan fakta atau data empiris sebaliknya suatu pernyataan akan dianggap salah apabila tidak sesuai dengan data empiris oleh karena itu kebenaran bagi positifisme bersifat riil dan pragmatic.Secara epistemologi comte dalam pemikirannya,menggunakan metode observasi,eksperimen dan komparasi. Ketiga konsep diatas menitik beratkan pada indera sebagai pengambil obyek yang diproses oleh akal sehingga dikenal dengan fakta obyektif, Dalam penentuan obyek positif, Comte sengaja menggunakan distingsi sebagai pembeda.
  Fungsi pembeda ini merupakan hanya untuk memberikan penyeimbang dari data yang ada seperti contoh yang pasti dan yang ragu,yang ada dan yang tidak ada, yang shaheh dan yang tidak shaheh. Oleh karena itu dari metode yang dipakai Comte,bisa digeneralisasikan “bahwa metode yang diterapkan ilmu alam bisa langsung diterapkan dalam ilmu sosial dengan analisa fungsi struktur manusia(secara sosial)”.Secara metodologis fakta sosial harus dapat diukur atau analisa dengan obyektif oleh peneliti  dan memenuhi syarat-syarat sebagaimana dijelaskan oleh Kerlinger,1973 dalam bukunya muhammad muslih bahwa; ilmu pengetahuan haruslah dapat di/ter-amati(observable),dapat di/ter-ulang(repeatable),dapat di/ter-ukur(measurable),dapat di/ter-uji(testable) dan dapat di/ter-ramalkan(predictable)


F.    AKSIOLOGI

 Secara aksiologi filsafat positivisme memandang kebenaran ilmu itu terbatas pada kebenaran empirik logis dan bebas nilai,berbeda dengan filsafat fenomenologi yang mengakui kebenaran secara luas yaitu mengakui kebenaran empirik, kebenaran logis,kebenaran etik dan kebenaran transendental,karena para ahli fenomenologi mengakui bahwa kemampuan manusia dalam mencari kebenaran bukan hanya pada indra dan akal akan tetapi juga akal budi manusia.maka dari itu ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai(value free),akan tetapi bermuatan nilai(value bound), tergantung pada aliran etik yang dianutnya apakah naturalisme,hedonisme,utilitarianisme,idealisme,vitalisme,ataukah theologisme.
Bentuk dari perkembangan filsafat positifisme adanya pola metodologi kuantitatif pada ilmu sosial. Penerapan positivisme menuntut perencanaan yang rinci, konkret dan terukur semua variabel yang akan diteliti berdasarkan kerangka teoritik yang spesifik.Perilaku manusia secara sosial dan budaya dalam positivisme diharapkan dapat menjadi hukum-hukum yang pasti,namun pada post-positivisme banyak tokoh yang mencoba mengevaluasi,dan menghasilkan teori yang sesuai dengan paradigma sosial sendiri.
Pengaruh filsafat dalam dunia intelektual cukup mengagungkan,berawal dari yunani kuno kemudian bergeser ke seluruh belahan dunia. Dunia tanpa filsafat terasa hampa,karena akan menghasilkan pemikiran yang statis. Pertarungan filsafat dari berbagai dimensi dari yunani mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam filsafat islam.pada era modern di mana semua ilmu pengetahuan berstandarkan akal bahkan mistisisme agama juga mendapat tantangan yang berat bagaimana bisa  menunjukkan kepada penganutnya, sehingga agama tidak saja menjadi idiologi rohaniah ,akan tetapi menjadi jasmaniah. Comte dalam hal ini mengakui perkembangan pemikiran manusia,yang berdasarkan akal,akan tetapi dia tidak menjelaskan emanasi tuhan.


KONKLUSI


Paparan diatas dapat diambil konklusi bahwa,Auguste Comte sebagai pencetus positivisme yang telah menghasilkan pengetahuan sosial dengan menggunakan metodologi alamiah. Pengaruh Comte dalam metodologi telah membumi selama ±400 tahun,sehingga wajar sekali kalau cara itu sampai merasuk dalam alam bawah sadar manusia. Positifisme  yang telah masuk pada pola pemikiran kita sangat erat sekali seperti contoh dalam kehidupan sehari-hari selalu menuntut yang sesuai dengan akal atau berdasarkan bukti empirik. Bahkan pengetahuan agama dan wahyu dituntut adanya proses sesuai akal dan panca indera yang harus dapat dibuktikan dengan fakta-fakta obyektif.
Sekalipun telah mampu menguasai pola pemikiran yang sangat lama,positivisme tidak lepas dari kritikan,yang mencoba menguji kekuatan kebenarannya diantaranya datang dari Max Weber bahwa Agama sebagai candu masyarakat,sementara Comte dalam keagamaan mencoba memberikan kebebasan yang luas dan tidak ada paksaan. Walaupun banyak yang tidak mengakui kebenaran Comte akan tetapi sungguh Naif,bahwa cara itu justru banyak dikembangkan Masyarakat dan bahkan dipakai untuk suatu kepentingan negatif(kepentingan sendiri yang merugikan orang lain).
demikian makalah ini telah dipresentasikan dan diverifikasi dihadapan dosen pembimbing serta mahasiswa pascasarjana STAIN Kediri,terima kasih dan mohon ma’af atas kekurangannya.



REFERENSI

Muhammad muslih. Filsafat ilmu: kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan.(Yogyakarta:Belukar.2006)
Moh.Kasiram. Metodologi penelitian”Refleksi pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian” (Malang: UIN-Press.2008)
Poedjawijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat,Jakarta.Reneka Cipta,1997
Soekmono, sejarah kebudayaan indonesia jilid I,Yogyakarta:kanisius,1981
Simon De Beauvioir. Diterjemahkan dari buku SECOND SEX”Facts and Myths”(New York: Vintage.1989)163-164
Wiiliam Barrett. Mencari Jiwa: Dari Descartes sampai Komputer.Yogyakarta: Adipura.2001


silakan KLIK di sini untuk mendapatkan materi lainnya... (tunggu 5 detik kemudian klik Lewati/Skip)

No comments:

Post a Comment